[Bali] Pulau Para Dewa
Pulau Bali sering disebut sebagai Pulau Dewata—sebuah tanah kecil yang terasa seperti nadi kosmos berdenyut di tengah samudra. Di sini, setiap helai bunga yang diletakkan dalam sesaji, setiap kepulan asap dupa yang mengalun ke langit, dan setiap gerakan tari yang terukir dalam ruang, bukanlah hiasan semata. Ia adalah bahasa energi, sebuah kitab tak tertulis yang mengajarkan bagaimana manusia hidup berdampingan dengan alam, sesama, dan Sang Pencipta.
Buku kedua dari seri Peta Jiwa Nusantara ini saya beri judul Pulau Para Dewa. Di dalamnya, kita akan menyingkap lapisan makna yang tersembunyi di balik upacara, tarian, dan simbol-simbol Bali yang kerap kita lihat sehari-hari, namun jarang kita resapi. Kita akan berjalan menembus batas antara sekala (yang terlihat) dan niskala (yang tak terlihat), untuk menemukan bahwa setiap gerakan, setiap mantra, setiap sesaji, adalah percikan energi yang menjaga keseimbangan semesta.
Di Bab pertama, kita diajak untuk memahami bagaimana orang Bali memandang realitas ganda: dunia kasat mata yang berpadu dengan dunia halus tak kasat mata. Bab kedua membuka rahasia Tri Hita Karana, tiga sinar yang menyalakan harmoni antara manusia, alam, dan Tuhan. Bab ketiga membawa kita menyelami upacara sebagai sebuah tarian energi, di mana mantra menjelma gerakan dan sesaji menjadi bahasa kosmik. Dan akhirnya, Bab keempat mengantar kita pada simbol paling kuat dari keseimbangan: kisah Barong dan Rangda, yang bukan sekadar drama panggung, melainkan peta jiwa tentang terang dan gelap dalam diri manusia.
Bab 2 : Tri Hita Karana, Mantra Harmoni
Bab 3 : Upacara sebagai Tarian Energi
Bab 4 : Simbolisme Berkata
Di Bab pertama, kita diajak untuk memahami bagaimana orang Bali memandang realitas ganda: dunia kasat mata yang berpadu dengan dunia halus tak kasat mata. Bab kedua membuka rahasia Tri Hita Karana, tiga sinar yang menyalakan harmoni antara manusia, alam, dan Tuhan. Bab ketiga membawa kita menyelami upacara sebagai sebuah tarian energi, di mana mantra menjelma gerakan dan sesaji menjadi bahasa kosmik. Dan akhirnya, Bab keempat mengantar kita pada simbol paling kuat dari keseimbangan: kisah Barong dan Rangda, yang bukan sekadar drama panggung, melainkan peta jiwa tentang terang dan gelap dalam diri manusia.
Daftar Isi
Bab 1 : Sekala-Niskala, Dua Sisi Mata Uang- Sekala dan Niskala: Dua Sisi dari Koin yang Sama
- Hening sebagai Jembatan
- Niskala dalam Kehidupan Sehari-hari
- Menyadari Keterhubungan
- Mengetuk Pintu yang Tak Terlihat
Bab 2 : Tri Hita Karana, Mantra Harmoni
- Menyembah Frekuensi yang Lebih Tinggi
- Resonansi Antar-Jiwa
- Menyelaraskan Tubuh dengan Nafas Bumi
- Tiga Simpul, Satu Jaringan
- Latihan Harian, bukan Konsep Abstrak
- Penutup: Menjaga Api Harmoni
Bab 3 : Upacara sebagai Tarian Energi
- Sesaji sebagai Energi yang Dihadirkan
- Gerakan Sebagai Bahasa Energi
- Mantra Sebagai Frekuensi yang Membuka Gerbang
- Upacara Sebagai Tarian Energi Kolektif
- Menjaga Denyut Pulau
- Penutup: Tarian Tak Kasat Mata
Bab 4 : Simbolisme Berkata
- Polaritas dalam Bahasa Nusantara
- Pertarungan yang Bukan Pertarungan
- Menyadari Bayangan dalam Diri
- Simbolisme Energi di Panggung Jiwa
- Jalan Tengah: Harmoni Jiwa Nusantara
- Menatap Peta Jiwa Nusantara
Paket Eksklusif 5 + 2